Peneliti senior Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin meminta maaf usai terseret masalah juniornya yang juga peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, Andi Pangerang Hasanuddin, yang sempat mengancam 'menghalalkan darah Muhammadiyah'. Pernyataan maaf tersebut diungggah Thomas dalam akun Fecebook-nya, Selasa (25/4).
"Dengan tulus saya memohon maaf kepada pimpinan dan warga serta teman-teman Muhammadiyah. Semoga kesatuan umat bisa segera terwujud," tulis Thomas.
Dalam unggahannya, Thomas meminta maaf karena sebelumnya menyebut kriteria wujudul hilal telah usang secara astronomi dan bersikap ego-organisasi yang menghambat dialog menuju titik temu.
"Tidak ada kebencian atau kedengkian saya terhadap organisasi Muhammadiyah yang merupakan aset bangsa yang luar biasa," ujarnya.
Dia mengaku hanya berniat untuk mendorong perubahan guna bersama-sama mewujudkan kesatuan umat secara nasional.
"Saya mengulang-ulang mestinya setiap ada perbedaan hari raya untuk mengingatkan bahwa perbedaan ini mestinya bisa diselesaikan, tidak dilestarikan," tulisnya lagi.
Diketahui, perkara ini bermula dari unggahan Thomas di akun pribadi Facebook-nya terkait perbedaan penentuan Idulfitri 1444 H, Senin (24/4). Dia menyebut, perbedaan hari raya Idulfitri rawan konflik, apalagi di era medsos yang setiap orang bebas berpendapat tanpa memahami permasalahannya.
"Ayolah intensifkan dialog untuk mencapai titik temu kriteria. Beda hari raya bukan karena beda metode hisab dan rukyat, tetapi karena beda kriteria," tulisnya.
Unggahan tersebut memantik komentar netizen. Thomas pun memberikan komentar yang memicu perdebatan.
"Eh, masih minta difasilitasi tempat salat id. Pemerintah pun memberikan fasilitas," tulis Thomas.
Pernyataan Thomas dalam kolom komenter tersebut ditanggapi Andi Pangerang melalui akun AP Hasanuddin. Dia menuliskan kemarahan atas sikap Muhammadiyah.
"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian," demikian komentar Andi.
Komentar Andi tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak. Dia lantas menyampaikan permohonan maaf melalui surat terbuka.
Andi mengaku mengeluarkan komentar ancaman tersebut dikarenakan rasa emosi dan ketidakbijaksanaan saat melihat akun Thomas, rekannya di BRIN, diserang oleh sejumlah pihak.
"Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada pimpinan dan seluruh warga Muhammadiyah yang merasa tersinggung dengan komentar saya tersebut. Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan semacam ini lagi di waktu-waktu mendatang," tulis pernyataan Andi dalam suratnya.
Sementara itu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengklaim pihaknya telah melakukan pengecekan atas informasi dan komentar tersebut. Meski Andi telah membuat surat permintaan maaf, BRIN tetap akan menindaklanjuti melalui Sidang Majelis Etik ASN yang diagendakan Rabu (26/4).
Setelah itu, kata Tri, akan digelar sidang Majelis Hukuman Disiplin ASN untuk penetapan sanksi final.
"Langkah konfirmasi telah dilakukan untuk memastikan status APH adalah ASN di salah satu pusat riset BRIN. Selanjutnya, sesuai regulasi yang berlaku BRIN akan memproses melalui Majelis Etik ASN, dan setelahnya dapat dilanjutkan ke Majelis Hukuman Disiplin PNS sesuai PP 94/2021," ujar Tri dalam keterangan resmi, Selasa (25/4).